Friday, August 28, 2015

Serahkan Dekrit pada Kiai Abdullah Schaal


Keanehan Ra Lilur memang sulit ditebak. Terutama menyangkut peristiwa politik negara. Buktinya, jauh sebelum Gus Dur memberikan dekrit ia telah menyerahkan dekrit kepada dua kiai kharismatik Madura yakni KH. Abdullah Schaal dan KH. Zubair Muntasor.
Menurut khaddam kepercayaan Ra Lilur, H. Husni Madani, kiai yang sudah mencapai tahapan mukasafah ini enam bulan lalu pernah mengeluarkan sebuah dekrit. Dekrit tersebut berisi persoalan penerapan demokrasi yang tengah diperjuangkan oleh Gus Dur yang saat itu masih menjabat sebagai Presiden.
Sayang selembar kertas dekrit asli tulisan tangan Ra Lilur itu diminta kembali. Sedangkan KH. Abdullah dan KH. Zubair hanya diberi salinannya (fotokopi) saja. H. Husni hanya ingat penggalan kalimat yang tersirat dalam dekrit Ra Lilur. Antara lain, demokrasi sulit dipraktikkan. Yang terakhir, berisi kalimat berat sama dipikul, setelah ringan tidak kebagian."Saya hanya ingat dua kalimat itu, sedangkan yang lain saya lupa," katanya.
Mengapa tidak difotokopi lebih? H. Husni mengatakan, sebenarnya dekrit itu difotokopi lebih dua lembar. Tapi setelah menghadap Ra Lilur, lembaran yang asli diminta sedangkan yang dua lembar fotokopi disimpannya.
"Anehnya, dua lembar fotokopi dekrit itu hilang. Padahal saya ingat dimana saya simpan," tuturnya keheranan. "Ya mungkin, kiai tidak kasokan (tidak mengijinkan, red),"katanya mengira-ngira.
KHadam kepercayaan Ra Lilur menjelaskan, fotokopi dekrit diberikan kepada KH. Abdullah sebanyak 5 lembar dan 5 lembar lainnya diserahkan kepada KH. Zubair. Dan setiap mengeluarkan surat, Ra Lilur selalu meminta surat asli tulisan tangannya.


Surati HARIAN BANGSA, Meski Tak Baca Koran

Keanehan-keanehan Ra Lilur yang diberitakan HARIAN BANGSA ternyata mendapat tanggapan dari cucu Syikhona Kholil Bangkalan Madura itu. Secarik kertas berisi tulisan tangan dengan lafal arab itu diberikan begitu saja kepada H. Husni Madani, khaddam (ajudan) kepercayaannya.
Karuan saja Husni kaget. Karena selama ini Ra Lilur tidak pernah keluar dari biliknya di sebuah pegunungan di Desa Banjar Galis. Kawasan ini jauh dari kota. Jaraknya sekitar 35 km dari kota Bangkalan. Kondisinya penuh bebatuan.
Selain itu Ra Lilur sudah lebih dua minggu ini tidak pernah berkomunikasi melalui lisan alias puasa bicara. Ra Lilur juga mengunci diri didalam kamarnya. Tak pernah keluar.
Jadi kiai yang suka berendam di tengah laut itu tak pernah baca koran. Tapi anehnya, kiai kasaf berumur lebih dari setengah baya ini tahu kalau saat ini dirinya sedang menjadi salah satu berita di rubrik Religia HARIAN BANGSA. Lebih aneh lagi, Ra Lilur tahu persis apa saja yang pernah dimuat tentang dirinya.
Menurut H. Husni, selama ini Ra Lilur tidak pernah diberi tahu soal pemuatan dirinya di HARIAN BANGSA. Memang Husni sendiri pernah membaca tulisan tentang Ra Lilur di HARIAN BANGSA. Tapi dia tidak berani memberikan koran HARIAN BANGSA yang memuat tentang dirinya itu karena takut tidak setuju dimuat di media massa.
Karena itu ia ketakutan ketika secara tiba-tiba dipanggil Ra Lilur. "Saya sempat ketar-ketir ketika dipanggil oleh Kiai (Ra Lilur, red). Karena saat itu kiai langsung bertanya dimana alamat redaksi HARIAN BANGSA," tutur H. Husni kepada Taufiqurrahman, wartawan HARIAN BANGSA di Bangkalan.
Bahkan, sambungnya, Ra Lilur, juga menanyakan siapa wartawan yang menulisnya."Saya berpikir kiai dukah (marah, red), tapi ternyata tidak," papar khaddam kepercayaan Ra Lilur yang sudah mengabdi puluhan tahun di rumahnya, Desa Banjar Galis.





EmoticonEmoticon