Friday, September 18, 2015

FIKIH AKTUAL: BAB QURBAN

Arisan Qurban
Oleh: KH Zaenuri Ahmad Zain

Definisi hewan Qurban atau Udlhiyah adalah hewan ternak yang disembelih untuk mendekatkan diri kepada Allah di hari raya idul Adha hingga akhir hari Tasyriq (Syaikh Khatib asy-Syirbini, Mughni al-Muhtaj 6/122)
Qurban adalah ibadah yang selalu dilaksanakan oleh Rasulullah Saw dalam setiap tahunnya. Dan ketika Rasulullah Saw menyembelih Qurban beliau berdoa: “Bismillah. Allahumma taqabbal min Muhammad wa ali Muhammad wa min ummati Muhammad”. Artinya: “Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah terimalah Qurban ini dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan dari umat Muhammad” (HR Muslim)

Hukum Ibadah Qurban

Imam an-Nawawi mengutip di dalam kitabnya (al-Majmu’ 8/385) tentang perbedaan pendapat mengenai hukum Qurban ini. Namun mayoritas ulama yang didukung oleh Sayidina Abu Bakar dan Sayidina Umar serta beberapa ulama madzhab adalah sunah. Hal ini berdasarkan hadis: “Tsalatsun Hiya ‘alayya faraidl wa lakum tathawwu’n an-nahru wa al-witru wa rak’ata ad-dluha”, Artinya: “Ada 3 hal yang wajib bagi saya dan sunah bagi kalian; Qurban, witir, dan 2 rakaat salat Dluha” (HR Ahmad dan al-Baihaqi dari Ibnu Abbas)
Tokoh imam Madzhab terbesar, Imam Syafii berkata: “Telah sampai kepada kami bahwa Abu Bakar dan Umar (pernah) tidak menyembelih Qurban karena khawatir akan dianggap wajib” (Mukhtashar al-Muzani 8/283)
Sementara Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa Qurban hukumnya wajib bagi orang kaya yang tidak dalam kondisi perjalanan. Dalil yang beliau sampaikan adalah: “Man wajada sa’atan fa lam yudlahhi fa la yaqrubanna mushallana”. Artinya: “Barangsiapa yang memiliki kelebihan rezeki namun tidak menyembelih Qurban, maka janganlah mendakat ke tempat salat kami” (HR Ahmad, Ibnu Majah, ad-Daruquthni, al-Baihaqi dan al-Hakim, ia menilainya sahih dan al-Hafidz adz-Dzahabi menyetujuinya)
Waktu Menyembelih Qurban
Waktu penyembelihan hewan Qurban adalah setelah selesainya salat Idul Adlha hingga terbenam matahari pada hari terakhir hari Tasyriq. Hal ini berdasarkan beberapa hadis:
Pertama; Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya yang kami kerjakan terlebih dahulu di hari ini (Idul adlha) adalah salat, lalu kami pulang, lalu kami menyembelih. Barangsiapa yang melakukan seperti telah sesuai dengan sunah kami. Dan barangsiapa menyembelih (sebelum salat Id) maka itu adalah sekedar daging yang dihidangkan untuk keluarganya, dan bukan bagian dari ibadah Qurban” (HR al-Bukhari dan Muslim dari Barra’ bin ‘Azib)
Kedua; Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa menyembelih sebelum salat maka ia hanya menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang menyembelih seteah salat maka telah sempurna ibadah Qurbannya dan sesuai dengan sunat umat Islam” (HR al-Bukhari dari Anas)
Ketiga; Rasulullah Saw bersabda: “Ayyamu at-tasyriqi ayyamu aklin wa syurbin wa dzikrillah”. Artinya: “Hari-hari Tasyriq adalah hari-hari untuk makan, minum dan berdzikir kepada Allah” (HR Ahmad dan Nasai dari Nabisyah)

Keutamaan Menyembelih Qurban

Ibadah Qurban telah disyariatkan oleh Allah kepada umat Rasulullah Saw. Allah berfirman yang artinya: “Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (Qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)” (QS al-Hajj: 34)
Keutamaan dari Ibadah Qurban ini sangat besar, terbukti Rasulullah Saw tidak pernah meninggalkannya. Namun beberapa hadis tentang fadlilah Qurban memang banyak yang dlaif, akan tetapi diantara hadis yang dapat dibuat pegangan dalam masalah ini adalah sabda Rasulullah Saw: “Ma min amalin fi hadza al-yaumi afdlalu min damin yuhraqu illa an yakuna rahiman tushalu”. Artinya: “Tidak ada amal manusia yang lebih utama di hari ini (Qurban) daripada menyembelih hewan kecuali menyambung silaturrahim” (HR Thabrani, dalam sandanya terdapat Yahya bin Hasan al-Khusyani, ia dlaif tapi dinilai terpercaya oleh banyak ulama)

Iuran / Arisan Qurban

Fenomena yang berkembang saat ini dalam masyakat untuk kemudahan dalam berqurban adalah menggunakan system iuran ataupun arisan. Ternyata di masa Rasulullah Saw hal semacam ini sudah terjadi, bahkan Rasulullah Saw pernah melakukannya.
Dalam sebuah riwayat, Abu Asad as-Sulami berkata: “Saya adalah orang ketujuh bersama Rasulullah Saw, kemudian Beliau memerintahkan agar kami mengumpulkan uang Dirham, kemudian kami membeli hewan Qurban dengan 7 Dirham tadi. Kami berkata: “Ya Rasulallah, kami membeli hewan Qurban termahal”. Kemudian Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya hewan Qurban yang terbaik adalah yang paling mahal dan gemuk” (HR Ahmad no 15533, al-Hafidz al-Haitsami tidak mengomentari status hadis tersebut dan ia memperbolehkan hal tersebut)

Niat Qurban dan Aqiqah

Bolehkah jika seseorang saat menyembelih memiliki 2 tujuan niat, yaitu Qurban dan Aqiqah? Inilah permasalahan yang sering ditanyakan berulang-ulang dalam kesempatan yang berbeda. Dalam masalah ini para ulama memiliki dua pendapat.
Pertama, bisa mencukupi. Artinya dua niat tersebut diperbolehkan. Pendapat ini dikemukakan oleh Hasan al-Basri, Muhammad bin Sirin, Qatadah dan Hisyam (kesemuanya dari kalangan Tabi’in), begitu pula Madzhab Hanafiyah (Fathil Bari 12/13)
Kedua, tidak mencukupi. Hal ini adalah pendapat Madzhab Malikiyah dan Syafiiyah. Namun dikalangan Syafiiyah sendiri ada dua pendapat, menurut Ibnu Hajar tidak dapat mencukupi, sementara menurut Imam Ramli diperbolehkan (Itsmid al-Ainain fi ikhtilaf Syaikhain 77)

1 Kambing Untuk 1 Keluarga

Seorang Tabiin Atha’ bin Yasar bertanya kepada seorang Sahabat Nabi, Abu Ayyu al-Anshari: “Bagaimanakah Qurban kalian di masa Nabi Saw?”. Abu Ayyub menjawab: “Seseorang di masa Nabi Saw menyembelih 1 kambing untuk dirinya dan keluarganya. Mereka makan dari daging kambing tersebut, dan mereka juga bersedekah dari daging tersebut. Kemudian ini menjadi kebanggaan bagi mereka sebagaimana kau lihat” (Riwayat Thabrani dalam al-Kabir No 3920 dan Ibnu Majah No 3138)
Bahkan secara khusus Turmudzi mencantumkan sebuah Bab “Kambing cukup untuk sekeluarga” (meskipun keluarganya banyak), dan hal ini diamalkan oleh sebagian ulama. Dan ini adalah pendapat Ahmad, yang diperbolehkan oleh Malik, Auzai, Syafii. Dan dinilai makruh oleh Abu Hanifah dan ats-Tsauri (Aun al-Ma’bud Syarah Sunan Abu Dawud 8/4)

Menjual Kulit Qurban

Problematika lainnya yang sulit dihindari adalah menjual kulit korban atau menjadikannya sebagai upah bagi pemotong hewan (Jawa: Jagal). Bagaimana sebenarnya hukum tersebut menurut madzhab Ahlisunnah?
Syaikh al-Mubarakfuri mengulasnya dengan rinci dalam Syarah Misykat 5/121: Imam Ahmad berkata: “Tidak boleh menjual sesuatu pun dari hewan Qurban, baik yang wajib maupun sunah”. Imam Syafii juga sependapat dengan Imam Ahmad. Abu Hanifah berkata: “Boleh menjual bagian apapun dari Qurban tersebut dan uang hasil penjualannya disedekahkan. Diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa beliau menjual kulit hewan kurban kemudian uangnya disedekahkan”. Namun pendapat yang kuat adalah Madzhab Syafi’i dan Ahmad berdasarkan sabda Nabi Muhammad Saw: “Man ba’a jilda udlhiyatihi fa la udlhiyata lahu”. Artinya: “Barangsiapa menjual kulit hewan kurbannya, maka tidak ada kurban baginya” (HR al-Hakim dan al-Baihaqi)


EmoticonEmoticon