Munas NU di Sukorejo, Situbondo, memiliki arti penting dalam hubungan Pancasila sebagai dasar falsafah negara dengan Islam, dalam konteks ini adalah NU. Sebab, yang berlangsung pada tanggal 13-16 Rabi'ul Awwal 1404 H atau bertepatan dengan 18-21 Desember 1983 tersebut NU mendeklarasikan hubungan antara Pancasila dengan Islam. Dalam surat keputusan NOMOR II/MAUNU/1404/1983 NU menegaskan Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Republik Indonesia, bukanlah agama.(Pancasila, red.) tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama.
Namun, ada kisah lain di balik dapur "ikiatan negara-NU" tersebut.
Di kisahkan, ketika Nahdhatul Ulama mengadakan Munas Alim Ulama 1983 (juga saat Muktamar NU 1984), bantuan logistik mengalir, bahkan melimpah, dari masyarakat, khususnya warga NU.
Konon, tujuh hari sebelum acara, tercatat telah terkumpul dua puluh ekor sapi, lima puluh ekor kambing, dua ratus ekor ayam kampung, lima belas ton beras, dan lima truk gula, telur, sayur, dan buah-buahan. Semuanya berdatangan di Sukorejo. Tanpa memohon.
Acara yang melayani 1.500 orang itu, tiap hari rata-rata menghabiskan lima sampai enam kuintal beras, 130 sampai 300 ekor ayam, lima ekor kambing dan sapi, satu sampai tiga truk sayur mayur dan buah kelapa, dan tak terhitung kayu bakar, baik yang diantar dengan truk maupun di antar sendiri secara rombongan dengan sepeda ontel. Juru masaknya pun tak dibayar, mereka mengharapkan barakah dari para kiai.
Saking tingginya minat menyumbang dari warga, panitia sampai menolak ternak-ternak sapi dan kambing lantaran mereka tidak mempunyai tempat penampungan. Namun mereka tak habis pikir, binatang-binatang itu kemudian mereka antar lagi dalam bantuk daging.
Bantuan itu tidak hanya berasal dari warga yang kaya. Ada seseorang warga yang hanya memiliki dua ekor sapi yang satunya sedang hamil. Karena untuk acara keagamaan dia menyumbang salah satunya kepada Kiai As’ad-- lokomotif penggerak lahirnya keputusan tersebut.
Anehnya, beberapa hari kemudian seorang “tamu asing” mendatangi warga tersebut. Padahal saat memberikan sapi itu, selain tulus ikhlas, warga tersebut juga tidak mencatatkan nama dirinya. Lalu, siapa yang memberitahukan tamu asing itu? Lucunya, tamu asing itu ngotot memberikan sejumlah uang beberapa kali lipat dari harga sapi. Karena ikhlas menyumbang untuk kiai, uang itu ditolak dengan tegas. Tapi, si tamu asing menegaskan tak mau meninggalkan rumah itu bila tetap ditolak. Akhirnya, dengan terpaksa uang itu diterimanya juga.
Siapa orang asing itu? Manusia atau mahkluk alam lain? Wallahu a’lam.
EmoticonEmoticon